Tuesday, December 17, 2013

Me and the Rivers

Hello hello hello hello… lama tak bersua disini :)

Apa kabar semuanya?

It’s really cold here, in my point of view, as a ‘tropic child', hehehe. Yeah, winter is coming… but not yet snowing here, so happy. However, I passed my first beautiful autumn in Kyoto with not really good impression. My body is very slow in adjusting to the weather. I just hate being outside, while the other Indonesians are busy taking beautiful autumn pictures. I realized, in term of weather, I much more prefer studying in Thailand… everyday feels like summer… fufufu~

Oke, oke, that’s me, and how about you, guys? I wish, wherever you are and whatever you do, everything is fine.

So now, what am I doing in here, far from home and apart from family…? I am studying… study and dying. Hahaha… Suatu hari, salah seorang temen nanya, “Ngapain kamu di Jepang?”, dan kujawab, “Kuliah…,”.  And, yeah, as usual… reaksinya selalu, “Kamu ambil S3?? Waaah… hebat kamu,” -____-

Emm… thanks for the compliment (shy shy), but let me explain why now I’m trapped in this 4-season-country-I-ever-dreamed-to-study-in, as I wrote in my Twitter.

One day, I saw an update tweet of the eruption event of Mount Sinabung. Then it linked to another related article, and another and another. Then I realized a thing,

“Mmm... salah satu alasan saya membelot dari bidang per-disaster-an dan memutuskan untuk back on track ke urban planning adalah...

males lihat foto2 bencana yang menyayat hati, untuk dipelajari. It was truly not fun. Cukup 2 tahun aja deh >_<

Selama 2 tahun,semua kuliah,presentasi,tugas,sampai final defence pasti ada gambar rumah hancur,mayat berserakan.. yg plg bagus cuma foto yg miraculously survive,

Dan skrg sdkt bahagia liat foto2 tempat2 keren, pemandangan bagus... insyaAllah yg ginian bagus buat jiwa deh

Studying disaster was like disasteri-ing myself... but it was because I had not enough basic knowledge in it, it was totally new for me

But as time flies, bidang disaster jadi trending, seiring dengan makin seringnya terjadi bencana (yang terekspos)

Dgn segala keterbatasanku,cuma bisa miris setiap lihat berita bencana,I really can't do nothing, I'm not such kind of volunteer person...

At that point,after 2 years studied disaster,I knew something I (maybe) can do for,at least,lessen loss or suffer....

Bikin tempat bagus dan mengurangi dampak (jika terjadi) bencana is somehow more suit to me. So that, I now study more to make it...

Orang2 lain mungkin bisa berkontribusi mengurangi penderitaan waktu bencana tanpa harus kuliah tinggi2, apalagi sampe doktoral...

But I know I'm not that great, aku harus belajar untuk bisa mewujudkannya...

Some said, "you're really smart, u r now study doctoral," I said, "I'm stupid,so I have to study more to be smart and do something great" :)

Yeah,maka berbanggalah kalian yang sudah bisa bermanfaat bagi masyarakat,entah itu hal yang kecil...

Karena bbrp orang yg krg pede sperti saya masih harus belajar banyak biar jadi bermanfaat... even harus membeku di negeri otaku...

Dan membayangkan suatu hari bisa bikin sesuatu yang keren dan memberi manfaat buat orang banyak... yang menghindarkan mrk dr bencana...

Yupp, sekian curhatnya. Ah sial lagu di radio striming menye amat sih...!!!”

That’s all :p

Kalau dibilang otakku bias njeblug, yaa… gapapa lah, asal nggak njeblug ngeliatin gambar disaster, bikin stress kuadrat. Hehehe…. Walaupun untuk belajar urban design ini aku harus kembali membuka catatan-catatan lama waktu kuliah S1 dulu, plus belajar persungaian.

Yup, I’m back to the river stuffs!

Masih inget jaman TA ku yang Selokan Mataram?? You can read a bit here.

It was me on 2011, in Selokan Mataram


Dan entah jodoh atau terbiasa, waktu bikin research plan doctoral, lagi-lagi aku membahas soal sungai, tapi yaaa nggak Selokan Mataram lagi lah, sudah tanek saya ^^

I don’t know, I just enjoy when I did my research on riverside topic, I repeat, riverside… kawasan sempadan sungai/tepi sungai, bukan sungainya… kadang ada yang nanya soal sungainya, dan I have no knowledge at all about the river or any structural stuffs about it. Orang jaman kuliah “floods and droughts” aja aku sering ketiduran lantaran sang ajarn (guru dalam bahasa Thai) sudah tua dan menjelaskan segalanya dengan lambat… hihihi.

Kembali ke riverside… musim panas 2012 lalu (for DRC/disaster resilient countries program), pertama kalinya aku ke Kyoto, hari pertama, sengaja menyasarkan diri dengan jalan-jalan di sekeliling kawasan hotel, yang ternyata… tembus di sebuah sungai besar… sungai Kamo. Dan, it was… asik banget… jalan-jalan di tepi sungai, orang-orang jogging, sepedaan, piknik, pacaran (sigh, waktu itu si Kamen Rider nggak ikutan sih). Dan saya terpana. Selain itu, sering juga diajakin sama temen-temen buat nongkrong di tepi sungai itu, sambil minum-minum setelah seharian kuliah… but they drank beer, I drank Calpis, the we both drunk… haha, mereka mabuk, aku kewaregen… hoig. Moreover, there was a lecture in the program, explaining about Kamo river design… I also presented about this topic in AIT after came back from Japan. And the professor who taught this is now become my professor…



Kamo River



Seorang temen pernah nulis di status Facebooknya, yang intinya, kenapa setiap yang belajar ke luar negeri selalu melebih-lebihkan apa yang ada di negara tersebut dibandingkan negeri kita tercinta Indonesia. Wajar sih, karena mereka nggak melihat itu di Indonesia, maybe.

Personally, buatku Indonesia adalah rumah yang paling nyaman, apalagi cuacanya yang cuma gitu-gitu aja… enak banget deh. Tapi… rumah kita yang nyaman itu sekelilingnya nggak nyaman dan nggak livable, in case dalam bidangku, ketidaknyamanan itu nampak terlihat secara fisik. Membandingkan kawasan sempadan sungai Kamo sama sempadan kali Code? Come ‘on… Aku nggak pengen juga membandingkannya cuma dari sudut pandangku, yang pernah melihat tempat lain… apa yang terlihat bagus dan nyaman, belum tentu bagus dan nyaman di tempat lain kan…

In my opinion, sekarang sempadan sungai di kawasan perkotaan kok malah kebanyakan sudah diprivatisasi sama urban slums. Nggak bisa dinikmati sama sekali sama masyarakat banyak. Giliran ditata, they act like victimized, kehilangan tempat tinggal dan (sebagian) tempat bekerja juga. Hello… dengan adanya slums di sempadan sungai, sungainya sendiri udah tersiksa… ekosistem alaminya rusak, dan dalam jangka waktu yang panjang, sungainya sendiri juga rusak. Nanti waktunya banjir… rumahnya hanyut, atau kena longsor, bilangnya nasib… hedehhh… Ibarat manusia, si sungai juga butuh space yang cukup untuk dia beraktivitas kan. Sungainya sudah direkayasa sedemikian rupa, dibendung buat ngatur airnya, ditalud biar nggak erosi, dll… tapi nggak dikasih space buat overflow, diajak desak-desakan sama rumah-rumah.

Aku sendiri membayangkan suatu hari nanti, di suatu kota di Indonesia, di kota tempat tinggalku… (now I have two hometown :D hehehe) aku bisa menikmati tepian sungai, jalan-jalan, sepedaan, piknik sama keluarga… dan pacaran sama si Kamen Rider (khekekekekkk) dengan aman dan nyaman. Sungainya bersih… tepi sungainya bagus… kan enak to…

Dan masih omong-omong soal sungai, waktu di Thailand aku sempat nyobain naik Chao Praya Express, itu adalah bis air nya Bangkok. Hahahaha, aku nyebutnya bis air karena itu sebenernya boat yang beroperasi layaknya bis kota. Naik boat, mustinya duduk, biar aman, tapi ini bener-bener kayak bis, kalau tempat duduk penuh, ya berdiri, dan berdesak-desakan. Nggak peduli airnya nyiprat-nyiprat ke muka juga >_< it was really fun.

on the boat of Chao Praya Express


Dan waktu googling kapan hari, ternyata di Kali Mas Surabaya juga udah diterapkan system serupa (yang sayangnya belum pernah kucobain), cuma jalurnya nggak sepanjang Chao Praya Express, dan penggunaannya masih sebatas wisata, bukan sebagai transportasi umum sehari-hari. Tapi, kalo yang begini, kayaknya nggak cocok diterapkan di Kali Code, yang secara topografinya hilly, nggak flat kayak di Chao Praya atau Kali Mas. Hehehe… tapi mungkin sebenernya yang kayak ginian udah biasa di Banjarmasin ya??

Anyway… belajar soal riverside design, sebenernya aku harus belajar lagi dari awal. Tentang struktur sungainya, tentang gimana membuat design-nya (secara aku bukan arsitek)… semua dari awal. Semoga bisa bikin karya yang bagus melalui studiku disini, bisa berkontribusi buat negeri kita tercinta. Dan diatas semua itu, aku cuma berharap semoga suatu hari nanti aku bisa bermanfaat untuk orang banyak. Bukan buat dikenang, cuma untuk bekal ketika nanti aku menghadap Allah, aku bisa bilang, “Semoga apa yang kubuat sudah sesuai dengan planning-Mu memberi aku hidup :)”

FOR THE FUTURE


将来 の ため に


FOR LIFE!!!

生活 の ため に!!!