Hello hello hello hello… lama tak
bersua disini :)
Apa kabar semuanya?
It’s really cold here, in my point
of view, as a ‘tropic child', hehehe. Yeah, winter is coming… but not yet
snowing here, so happy. However, I passed my first beautiful autumn in Kyoto
with not really good impression. My body is very slow in adjusting to the
weather. I just hate being outside, while the other Indonesians are busy taking
beautiful autumn pictures. I realized, in term of weather, I much more prefer studying
in Thailand… everyday feels like summer… fufufu~
Oke, oke, that’s me, and how about
you, guys? I wish, wherever you are and whatever you do, everything is fine.
So now, what am I doing in here, far
from home and apart from family…? I am studying… study and dying. Hahaha… Suatu
hari, salah seorang temen nanya, “Ngapain
kamu di Jepang?”, dan kujawab, “Kuliah…,”. And, yeah, as usual… reaksinya selalu, “Kamu ambil S3?? Waaah… hebat kamu,”
-____-
Emm… thanks for the compliment (shy
shy), but let me explain why now I’m trapped in this
4-season-country-I-ever-dreamed-to-study-in, as I wrote in my Twitter.
One day, I saw an update tweet of
the eruption event of Mount Sinabung. Then it linked to another related
article, and another and another. Then I realized a thing,
“Mmm... salah satu alasan saya membelot dari bidang per-disaster-an dan
memutuskan untuk back on track ke urban planning adalah...
males lihat foto2 bencana yang menyayat hati, untuk dipelajari. It was
truly not fun. Cukup 2 tahun aja deh >_<
Selama 2 tahun,semua
kuliah,presentasi,tugas,sampai final defence pasti ada gambar rumah
hancur,mayat berserakan.. yg plg bagus cuma foto yg miraculously survive,
Dan skrg sdkt bahagia liat foto2 tempat2 keren,
pemandangan bagus... insyaAllah yg ginian bagus buat jiwa deh
Studying disaster was like disasteri-ing
myself... but it was because I had not enough basic knowledge in it, it was
totally new for me
But as time flies, bidang disaster jadi trending,
seiring dengan makin seringnya terjadi bencana (yang terekspos)
Dgn segala keterbatasanku,cuma bisa miris setiap
lihat berita bencana,I really can't do nothing, I'm not such kind of volunteer
person...
At that point,after 2 years studied disaster,I
knew something I (maybe) can do for,at least,lessen loss or suffer....
Bikin tempat bagus dan mengurangi dampak (jika
terjadi) bencana is somehow more suit to me. So that, I now study more to make
it...
Orang2 lain mungkin bisa berkontribusi mengurangi
penderitaan waktu bencana tanpa harus kuliah tinggi2, apalagi sampe doktoral...
But I know I'm not that great, aku harus belajar
untuk bisa mewujudkannya...
Some said, "you're really smart, u r now
study doctoral," I said, "I'm stupid,so I have to study more to be
smart and do something great" :)
Yeah,maka berbanggalah kalian yang sudah bisa
bermanfaat bagi masyarakat,entah itu hal yang kecil...
Karena bbrp orang yg krg pede sperti saya masih
harus belajar banyak biar jadi bermanfaat... even harus membeku di negeri
otaku...
Dan membayangkan suatu hari bisa bikin sesuatu
yang keren dan memberi manfaat buat orang banyak... yang menghindarkan mrk dr
bencana...
Yupp, sekian curhatnya. Ah sial lagu di radio
striming menye amat sih...!!!”
That’s all
:p
Kalau dibilang otakku bias njeblug,
yaa… gapapa lah, asal nggak njeblug ngeliatin gambar disaster, bikin stress
kuadrat. Hehehe…. Walaupun untuk belajar urban design ini aku harus kembali
membuka catatan-catatan lama waktu kuliah S1 dulu, plus belajar persungaian.
Yup, I’m back to the river stuffs!
Masih inget jaman TA ku yang Selokan
Mataram?? You can read a bit here.
It was me on 2011, in Selokan Mataram
Dan entah jodoh atau terbiasa, waktu
bikin research plan doctoral, lagi-lagi aku membahas soal sungai, tapi yaaa
nggak Selokan Mataram lagi lah, sudah tanek saya ^^
I don’t know, I just enjoy when I
did my research on riverside topic, I repeat, riverside… kawasan sempadan
sungai/tepi sungai, bukan sungainya… kadang ada yang nanya soal sungainya, dan
I have no knowledge at all about the river or any structural stuffs about it. Orang
jaman kuliah “floods and droughts” aja aku sering ketiduran lantaran sang ajarn (guru dalam bahasa Thai) sudah tua
dan menjelaskan segalanya dengan lambat… hihihi.
Kembali ke riverside… musim panas
2012 lalu (for DRC/disaster resilient countries program), pertama kalinya aku
ke Kyoto, hari pertama, sengaja menyasarkan diri dengan jalan-jalan di
sekeliling kawasan hotel, yang ternyata… tembus di sebuah sungai besar… sungai
Kamo. Dan, it was… asik banget… jalan-jalan di tepi sungai, orang-orang
jogging, sepedaan, piknik, pacaran (sigh, waktu itu si Kamen Rider nggak ikutan
sih). Dan saya terpana. Selain itu, sering juga diajakin sama temen-temen buat
nongkrong di tepi sungai itu, sambil minum-minum setelah seharian kuliah… but
they drank beer, I drank Calpis, the we both drunk… haha, mereka mabuk, aku
kewaregen… hoig. Moreover, there was a lecture in the program, explaining about
Kamo river design… I also presented about this topic in AIT after came back
from Japan. And the professor who taught this is now become my professor…
Kamo River
Seorang temen pernah nulis di status
Facebooknya, yang intinya, kenapa setiap yang belajar ke luar negeri selalu
melebih-lebihkan apa yang ada di negara tersebut dibandingkan negeri kita
tercinta Indonesia. Wajar sih, karena mereka nggak melihat itu di Indonesia,
maybe.
Personally, buatku Indonesia adalah
rumah yang paling nyaman, apalagi cuacanya yang cuma gitu-gitu aja… enak banget
deh. Tapi… rumah kita yang nyaman itu sekelilingnya nggak nyaman dan nggak
livable, in case dalam bidangku, ketidaknyamanan itu nampak terlihat secara
fisik. Membandingkan kawasan sempadan sungai Kamo sama sempadan kali Code? Come
‘on… Aku nggak pengen juga membandingkannya cuma dari sudut pandangku, yang
pernah melihat tempat lain… apa yang terlihat bagus dan nyaman, belum tentu
bagus dan nyaman di tempat lain kan…
In my opinion, sekarang sempadan
sungai di kawasan perkotaan kok malah kebanyakan sudah diprivatisasi sama urban
slums. Nggak bisa dinikmati sama sekali sama masyarakat banyak. Giliran ditata,
they act like victimized, kehilangan tempat tinggal dan (sebagian) tempat
bekerja juga. Hello… dengan adanya slums di sempadan sungai, sungainya sendiri
udah tersiksa… ekosistem alaminya rusak, dan dalam jangka waktu yang panjang,
sungainya sendiri juga rusak. Nanti waktunya banjir… rumahnya hanyut, atau kena
longsor, bilangnya nasib… hedehhh… Ibarat manusia, si sungai juga butuh space
yang cukup untuk dia beraktivitas kan. Sungainya sudah direkayasa sedemikian
rupa, dibendung buat ngatur airnya, ditalud biar nggak erosi, dll… tapi nggak
dikasih space buat overflow, diajak desak-desakan sama rumah-rumah.
Aku sendiri membayangkan suatu hari
nanti, di suatu kota di Indonesia, di kota tempat tinggalku… (now I have two
hometown :D hehehe) aku bisa menikmati tepian sungai, jalan-jalan, sepedaan,
piknik sama keluarga… dan pacaran sama si Kamen Rider (khekekekekkk) dengan
aman dan nyaman. Sungainya bersih… tepi sungainya bagus… kan enak to…
Dan masih omong-omong soal sungai,
waktu di Thailand aku sempat nyobain naik Chao Praya Express, itu adalah bis
air nya Bangkok. Hahahaha, aku nyebutnya bis air karena itu sebenernya boat
yang beroperasi layaknya bis kota. Naik boat, mustinya duduk, biar aman, tapi
ini bener-bener kayak bis, kalau tempat duduk penuh, ya berdiri, dan berdesak-desakan.
Nggak peduli airnya nyiprat-nyiprat ke muka juga >_< it was really fun.
on the boat of Chao Praya Express
Dan waktu googling kapan hari,
ternyata di Kali Mas Surabaya juga udah diterapkan system serupa (yang
sayangnya belum pernah kucobain), cuma jalurnya nggak sepanjang Chao Praya
Express, dan penggunaannya masih sebatas wisata, bukan sebagai transportasi
umum sehari-hari. Tapi, kalo yang begini, kayaknya nggak cocok diterapkan di
Kali Code, yang secara topografinya hilly, nggak flat kayak di Chao Praya atau
Kali Mas. Hehehe… tapi mungkin sebenernya yang kayak ginian udah biasa di
Banjarmasin ya??
Anyway… belajar soal riverside
design, sebenernya aku harus belajar lagi dari awal. Tentang struktur
sungainya, tentang gimana membuat design-nya (secara aku bukan arsitek)… semua
dari awal. Semoga bisa bikin karya yang bagus melalui studiku disini, bisa
berkontribusi buat negeri kita tercinta. Dan diatas semua itu, aku cuma
berharap semoga suatu hari nanti aku bisa bermanfaat untuk orang banyak. Bukan
buat dikenang, cuma untuk bekal ketika nanti aku menghadap Allah, aku bisa
bilang, “Semoga apa yang kubuat sudah
sesuai dengan planning-Mu memberi aku hidup :)”
FOR THE FUTURE
将来 の ため に
FOR LIFE!!!
生活 の ため に!!!