Hari
ini libur di sini, Showa day katanya.
Yip,
libur hari Selasa-selasa gini, tapi disini nggak ada tuh hari kejepit kayak di
Indonesia. Hari Senin kemarin kantor, kampus, sekolah, masuk-masuk aja dengan
santainya, malah jadwalku padet. Gara-gara minggu depan ada ‘Golden Week’,
yaitu libur nasional beberapa hari berurutan di awal Mei (dari tanggal 3 sampai
6 Mei, sayang sekali tanggal 3 dan 4 adalah Sabtu dan Minggu, nguik), jadinya
jadwal-jadwal kuliah pada diganti ke hari lain deh.
Sebenernya
mau keluar jalan-jalan sih, gosipnya ada flea market di shiyakusho (kantor
walikota). Tapi tapi tapi…, semaleman saya nggak bisa bobok, kata si Kamen
Rider sih wajar kalo ibu hamil insomnia gitu. Akhirnya tadi pagi baru bisa
bobok, sampe siang! Hahaha! Dan sepertinya memang cuaca Kyoto suka banget mempermainkan perasaan,
giliran pengen keluar rumah, hari ini anginnya kenceng banget berasa satu kota
di-blower-in. Anginnya kelar, niat mau keluar rumah nongol lagi, dikasih hujan.
Hehehe…, maybe the nature conspires to make me take a rest today.
So,
mumpung ada waktu dan mood, sekarang saatnya menulis kembali. Jyah, dah lama
banget nggak nulis-nulis kayak jaman Multiply dulu. Bahkan, saking
bergejolaknya hasrat menulis waktu itu, sampai bela-belain nulis pake HP (yang
belum smartphone, belum berpaket internet, jadi kalo internetan makan pulsa
abis-abisan).
Oke,
sekian prolognya, daripada makin OOT (out of topic).
Tentang
NATTO. Ini nama makanan.
Hidup
di negara orang, mau nggak mau harus
adaptasi, termasuk sama makanannya. Salah satunya makanan ini, yang katanya
adalah ‘tempe’nya Jepang, yang walaupun sama-sama terbuat dari fermentasi
kedelai, tapi bentuknya sama sekali nggak mirip tempe, apalagi rasanya.
Berdasarkan
baca review orang-orang non-Jepang banyak yang nggak suka sama makanan yang
satu ini, karena bentuknya yang… berlendir dan berjaring-jaring (aku
menyebutnya berhifa-hifa), rasa dan baunya juga aneh. Compare to tempe, terasa
lebih beradab makan tempe banget deh, hahaha!
Pertama
kali makan natto waktu field trip ke Tohoku tahun 2012, yang mana salah satu
menu breakfast hotelnya ada natto. Aku yang penuh rasa ingin tau pun mencoba
mengambil sesendok, kayak temen-temen Jepang lainnya, trus ditaruh di atas
nasi. Yap, dengan segenap kurangnya pengetahuan tentang makanan ini, maka
perjumpaan pertama dengan natto berakir HORRIBLE. Teksturnya yang lengket dan
bau yang menyengat bukan paduan asik untuk makan olahan kedelai.
Waktu
kembali lagi ke Jepang setahun kemudian. Ada rasa penasaran yang menghantui
tentang makanan ini. Katanya ini adalah lauk sarapan favorit orang Jepang yang
sehat (kandungan gizi dan manfaatnya bisa googling lah kalian). Plus,
melongok-longok di suupa (supermarket) depan dorm, kok harganya murah banget, 1
paket isi 3 cuma 84 yen. Aku pun browsing, lihat-lihat gimana sih harusnya
makanan ini dimakan, dan akhirnya mencoba beli sepaket.
Berdasarkan
petunjuk makannya (dari review), makan natto nggak langsung dimakan gitu aja,
tapi dengan langkah-langkah berikut ini:
dan ternyata…
ENAK!
- natto diangetin di microwave sekitar 30 detik
- dicampur sama soyu dan mustard (included in the pack)
- dicampur daun bawang
- diaduk sampai keluar jaring-jaringnya
- ditaruh diatas nasi hangat
- baru dimakan
dan ternyata…
ENAK!
Pendapat
ini memang subyektif banget sih, buatku setelah melalui langkah-langkah diatas,
rasa si natto ini masih acceptable sama lidah dan perutku. Bahkan kemudian jadi
menu favorit, ketika lagi males masak dan bokek. Hehehe…
Waktu
mas Kamen Rider menyusulku tinggal di negeri sakura ini, sempet ada
kekhawatiran dia bakal nggak suka sama makanan favorit baruku ini. Secara si
natto ini sama para gaijin (foreigner) sering dibilang makanan jepang yang
paling aneh. Ternyata…, beliau oke-oke aja tuh, malah jadi suka juga, sampe
suka eksperimen sama makanan yang satu ini. Pernah suatu pagi tau-tau dia
menyajikan natto ditumis, dan hifa-hifanya hilang. Karena selama ini aku makan
natto secara default mengikuti SOP diatas, maka natto tanpa hifa jadi terasa
aneh -_- but it was delicious too.
Sekarang
bahan makanan ini menjadi salah satu belanjaan wajib kalo ke suupa. Kalo sampe
kelupaan, pasti kami merasa sedikit kecewa. Kenapa? Soalnya kalo lagi males
masak, atau bahan masakan lain nggak komplit, asal ada natto, kita bisa makan
dengan enak. Selain itu, natto ini bisa dimakan dengan lauk lainnya, apapun,
walaupun cuma sekedar bayam rebus sama soyu (kecap asin).
Sebentar
lagi bulan puasa, dan kami berdua memasukkan natto sebagai bahan yang wajib ada
di kulkas, terutama buat sahur, biar kalo males masak bisa tetep makan dengan
proper.
Ini
dia ‘fast-food’ ala Jepang yang lebih fast dari nggoreng nugget! Dan sehat.
Gak enaaaaaakk π, tapi ini menu favorit suami dan double Y
ReplyDeleteHahaha... mba Irni... terimakasih sudah singgah di blog saya...
Deletemaaf malah baru lihat comment nya... :)