How are you all?
(kayanya ini kok jadi greeting default-ku ya? Hehehe)
Hehehe, berhubung kata “galau” lagi ngetrend buat merujuk pada perasaan mellow mendayu-dayu, maka kata itu hari ini kugunakan sebagai judul untuk mengungkapkan kegundahanku terhadap perasaan yang tak kunjung berbalas ini (hyaaah, kayak apa aja).
Hmfh, sebenarnya ini bukan hal yang kupikirkan baru-baru aja, bukan karena jobless lantaran habis lulus belum nyantol di suatu institusi yang bersedia mempekerjakan seekor kucing berwarna pink, atau karena kemarin wisuda jadi kasta kedua akibat males cari pasangan buat dijadikan PW (pendamping wisuda). Yah, entahlah, kenapa ya, kok akhirnya aku merasakan juga rindu disayangi seseorang yang secara jelas cinta sama aku sebagai pasangan, dan (of course) aku juga cinta sama dia.
Kalau mau sok laku, ada sih yang suka sama aku (sepertinya), dan ada juga yang pernah nembak aku dalam 3 bulan terakhir ini. “Kenapa nggak kamu terima aja dia?” tanya temanku. Huf..., kalo mau dijawab, sebenernya simple banget, “Aku nggak sreg aja sama dia,”. Tapi apa sih yang membuat aku nggak sreg, padahal ada orang yang jelas-jelas jatuh cinta sama aku, dengan kriteria yang oke pula, why not?
Sebenernya pernah aku ungkapin hal ini di blog lamaku di Friendster, jadul banget ya? :D Cinta bukan soal orang itu sesuai apa enggak dengan criteria yang kutetapkan, tapi juga soal reaksi kimia yang diatur oleh suatu sistem yang bekerja secara tak sadar. Kalau that damn (handsome) boys SM*SH pernah bilang, “Kenapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu...,” nah, perasaan itu yang aku cari! Perasaan yang enggak tau kenapa tiba-tiba deg-degan ketika sama dia, nggak tau kenapa muka jadi merah dan rasanya panas seperti darahku tiba-tiba mengalir deras hanya ketika memikirkan dia, dan tiba-tiba jadi salting karena otak sama badan koordinasinya jadi kacau gara-gara dia. And as I said before, “Dahsyatnya perasaan diinginkan itu seperti candu meracun jiwa,” ketika disayangi seseorang, rasanya nggak ingin melepaskan rasa disayangi itu...
Oke, boleh lah kalau kalian mau bilang aku klise, tapi begitulah aku apa adanya. Aku tetep cewe biasa aja yang seneng kalau disayangi dan bisa nangis kalau ditinggal pergi.
Huft, kenapa pula di tengah-tengah hecticnya aku merencanakan masa depan, aku masih sempet mikir masalah ginian ya... Honestly, I really want to draw a future with someone I love the most. Seriously. I dream (and also plan) to be a (ehm) lecturer, someday. And one of my professor question was, “Kamu udah ada calon belum?”. Aku bengong, “Calon apa, Pak?” tanyaku. “Calon suami, Mbak,” jawab beliau sambil ketawa. Aku tambah bengong, beneran, kupikir maksudnya adalah calon perusahaan atau institusi untuk kerja setelah lulus. Heran kan? Kenapa pula ditanyain kaya gitu. Kalau lagi punya pasangan sih aku bisa jawab “iya” sambil cengengesan plus pipi bersemu merah. Tapi ini? Mukaku langsung ungu dan ada garis-garis vertikalnya (onion head mode on), “Emmm... belum pak, kenapa ya?” tanyaku balik.
Jadi gini, untuk jadi pengajar itu kan harus shettle, nah kebanyakan dosen perempuan yang awalnya masih single terus nikah itu pada mengundurkan diri karena mengikuti suami. Yup, that’s life, harus memilih mana yang jadi prioritas, kan? Bukannya aku menomorduakan urusan asmara, tapi kondisi eksistingnya aku juga masih belum ada pasangan, gimana aku bisa memastikannya? Budhe-ku sampai berpesan-pesan, “Yaa, kamu boleh lah mengejar cita-cita, tapi jangan lupa pacaran dan nikah ya...,” eeeh?
Aku begini adanya, hanya gadis biasa yang (kadang-kadang) aneh dan punya banyak mimpi. Dan satu diantara mimpiku itu adalah mempunyai pasangan yang bisa kuajak bermimpi bersama dan melangkah mewujudkan mimpi-mimpi itu bersama. Not to be selfish, and being great only for myself, but TO BE GREAT TOGETHER.
Hmfh, sebenarnya ini bukan hal yang kupikirkan baru-baru aja, bukan karena jobless lantaran habis lulus belum nyantol di suatu institusi yang bersedia mempekerjakan seekor kucing berwarna pink, atau karena kemarin wisuda jadi kasta kedua akibat males cari pasangan buat dijadikan PW (pendamping wisuda). Yah, entahlah, kenapa ya, kok akhirnya aku merasakan juga rindu disayangi seseorang yang secara jelas cinta sama aku sebagai pasangan, dan (of course) aku juga cinta sama dia.
Kalau mau sok laku, ada sih yang suka sama aku (sepertinya), dan ada juga yang pernah nembak aku dalam 3 bulan terakhir ini. “Kenapa nggak kamu terima aja dia?” tanya temanku. Huf..., kalo mau dijawab, sebenernya simple banget, “Aku nggak sreg aja sama dia,”. Tapi apa sih yang membuat aku nggak sreg, padahal ada orang yang jelas-jelas jatuh cinta sama aku, dengan kriteria yang oke pula, why not?
Love is like a chemistry theory.
Sebenernya pernah aku ungkapin hal ini di blog lamaku di Friendster, jadul banget ya? :D Cinta bukan soal orang itu sesuai apa enggak dengan criteria yang kutetapkan, tapi juga soal reaksi kimia yang diatur oleh suatu sistem yang bekerja secara tak sadar. Kalau that damn (handsome) boys SM*SH pernah bilang, “Kenapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu...,” nah, perasaan itu yang aku cari! Perasaan yang enggak tau kenapa tiba-tiba deg-degan ketika sama dia, nggak tau kenapa muka jadi merah dan rasanya panas seperti darahku tiba-tiba mengalir deras hanya ketika memikirkan dia, dan tiba-tiba jadi salting karena otak sama badan koordinasinya jadi kacau gara-gara dia. And as I said before, “Dahsyatnya perasaan diinginkan itu seperti candu meracun jiwa,” ketika disayangi seseorang, rasanya nggak ingin melepaskan rasa disayangi itu...
Oke, boleh lah kalau kalian mau bilang aku klise, tapi begitulah aku apa adanya. Aku tetep cewe biasa aja yang seneng kalau disayangi dan bisa nangis kalau ditinggal pergi.
Huft, kenapa pula di tengah-tengah hecticnya aku merencanakan masa depan, aku masih sempet mikir masalah ginian ya... Honestly, I really want to draw a future with someone I love the most. Seriously. I dream (and also plan) to be a (ehm) lecturer, someday. And one of my professor question was, “Kamu udah ada calon belum?”. Aku bengong, “Calon apa, Pak?” tanyaku. “Calon suami, Mbak,” jawab beliau sambil ketawa. Aku tambah bengong, beneran, kupikir maksudnya adalah calon perusahaan atau institusi untuk kerja setelah lulus. Heran kan? Kenapa pula ditanyain kaya gitu. Kalau lagi punya pasangan sih aku bisa jawab “iya” sambil cengengesan plus pipi bersemu merah. Tapi ini? Mukaku langsung ungu dan ada garis-garis vertikalnya (onion head mode on), “Emmm... belum pak, kenapa ya?” tanyaku balik.
Jadi gini, untuk jadi pengajar itu kan harus shettle, nah kebanyakan dosen perempuan yang awalnya masih single terus nikah itu pada mengundurkan diri karena mengikuti suami. Yup, that’s life, harus memilih mana yang jadi prioritas, kan? Bukannya aku menomorduakan urusan asmara, tapi kondisi eksistingnya aku juga masih belum ada pasangan, gimana aku bisa memastikannya? Budhe-ku sampai berpesan-pesan, “Yaa, kamu boleh lah mengejar cita-cita, tapi jangan lupa pacaran dan nikah ya...,” eeeh?
That’s the point I think I need someone to draw a future with.
Aku begini adanya, hanya gadis biasa yang (kadang-kadang) aneh dan punya banyak mimpi. Dan satu diantara mimpiku itu adalah mempunyai pasangan yang bisa kuajak bermimpi bersama dan melangkah mewujudkan mimpi-mimpi itu bersama. Not to be selfish, and being great only for myself, but TO BE GREAT TOGETHER.
I hope someday, he (whoever) would feel so lucky to be chosen by me :)