Tuesday, August 31, 2010
Susno
Halo, ini Susno (スッスノ)
Sahabat baruku di kampus. Waktu teman-teman seangkatan sebagian besar sudah pada lulus, sebagian lagi sibuk mroyek, dan sebagian yang tersisa dan berada di kasta terendah bersamaku: mahasiswa pengangguran dan masih menyelesaikan TA yang tersendat-sendat. Ok, intinya, Susno jadi teman baruku di kampus.
Aku nggak tau asalnya dia dari mana, tapi perkenalan pertama kami adalah waktu dikenalin sama adik sepupuku yang sekampus, “Ini namanya Susno,” kata adik sepupuku, dan aku cuma mangap, “Hah? Susno? Bukannya itu nama orang yang di brita-brita itu ya,” kataku dalam hati sambil memandangi dia yang lagi asik makan. Lucu banget, di kampus ini cuma dia yang punya piring khusus dan entah siapa yang suka nraktir dia, piringnya selalu terisi. Hohoho…
Anak ini body-nya aja yang gede kaya kucing garong, tapi kelakuan masih bocah banget. Nangkep tikus, tapi nggak dimakan, cuma dilempar-lempar aja. Mana tikusnya kayaknya masih kecil dan keliatan banget berusaha buat survive dari kejarannya. Waktu itu aku sempet ngerekam aksi nakalnya ini pake kamera HP. Bener-bener kasian tuh tikus…. Gomen nee, tikus, nggak sempet nolong kamu… *hiks*
Terus pagi-pagi buta, masih jam setengah 8, aku nemuin dia lagi asik tidur di rak buku perpus sebelah (yang cuma kepisah pintu fiberglass). Aku ketuk-ketuk pintunya, dia bangun, dan malah mainan sama ketukan tanganku. Walhasil aku jadi diliatin sama bapak-bapak S2 yang baru masuk ke perpus, mungkin dia pikir aku gila mainan sama pintu. Wew.
Terus tadi pagi, aku ketemu dia lagi asik sun bathing di depan perpus. Mulet-mulet nggak jelas gitu, lucu banget. Dasar bocaaah… dan tau-tau dia dateng ke aku, guess what he did to me?? He scratched my leg!!! Oh no, boy, I’m actually a human, not a scratching pod!!!
Akhirnya aku masuk ke dalam perpus. Duduk manis di kursi pojokan sambil menikmati hot spot yang masih kenceng (walau cuma bertahan 10 menit tok!). Tau-tau (lagi), Susno loncat ke atas meja. Misteri, dia masuk lewat mana sih ke perpus?? Dan lagi-lagi, nggak bosennya dia gangguin aku, malah mondar-mandir diatas meja, yeah, the desk became the real CATWALK for him!!! Tiba-tiba matanya tertuju ke tumpukan buku dan kabel charger laptopku, dan… seperti yang sudah kuduga, dimainin lah itu tumpukan buku dan kabel-kabel, digigitin, dicakarin, guling-guling di atas meja. Untung dia nggak ngeong, soalnya udah diingetin sama papan di deketnya, HARAP TENANG (KEEP ON SILENCE).
Dasar Susno emang nakal, nggak terima diingetin, dia ngambek terus pindah ke kursi seberang, dan tidur di dudukannya yang empuk, krr… krr… krr…
Monday, August 30, 2010
Sunday, August 29, 2010
Sambisari in the Morning
Fellas!! How are you all?
Yesterday me and my bestfriend, Jabar, visited Sambisari Temple. After shalat subuh, we left from my house to the temple. This temple is not too far from my house (about 15 minutes by motorcycle). I had visited this temple a year ago with my KKN housemates.
The temple is in Sambisari village, Purwomartani, Sleman. From the temple form, there are lingga and yoni, we know that this temple is Hinduism temple. It was built in Hindu Mataram era when King Rakai Garung reigned (9th century), and being buried because of Mount Merapi big eruption in 11th century. The temple found in 1966 and restored in 1986. (Wikipedia)
Hm, actually this temple visit was to play around the temple, but since Jabar brought his DSLR camera, we made fun with it by make any experimental shots. I think it become my own photo shots, since there are so many picture of me, hehehe… Okay, I’m not a good model, and the photos are just for fun, but I hope you all enjoy it ^^
Most of the photos were taken by Jabar (except photos of him were taken by me) and all pictures are not Photoshop-ed yet. I’m welcome if there is any technical comments from you, どうぞ。。。
Saturday, August 28, 2010
Monday, August 23, 2010
Tuesday, August 17, 2010
In Love,...
こんにちわ みんな!
Hay hay. Lama tak berkabar, banyak hal yang terjadi padaku. Satu, aku kena sakit radang tenggorokan parah, yang bikin aku harus “merelakan” untuk nggak menjalani puasa di minggu pertama Ramadhan, hiks. Dua, banyak hal yang sedang kupikirkan.
Berapa kali aku pernah jatuh cinta? Ah, itu nggak penting. Tapi berapa kali aku pernah berada dalam sebuah relationship.
Quote ini bukan baru-baru aja kudengar dan kupikirkan sih, tapi rasanya memberikan porsi otak buat memikirkan ini ya baru sekarang.
Relationship terlama yang pernah kujalani, 5 tahun lalu, selama 4 tahun. Dari SMP sampai kuliah. Jyah… what a monkey love is thattt! Tapi aku kagum terhadap diriku sendiri waktu itu, kok bisa ya aku bertahan dengan satu anak laki-laki itu saja selama bertahun-tahun. Padahal dia itu cueknya bukan main! Di usia itu seharusnya aku lebih emosional dan bisa banyak menuntut, seperti, “Kamu kok sebulan ini nggak telpon sih?” atau, “Kamu latian ngeband kok nggak ngajak-ngajak aku sih?” masalah kecil yang bisa dibesar-besarin buat berantem. Tapi kok aku enggak ya waktu itu. Walaupun hasilnya, aku emang selalu dicuekin. Dan aku baru tau bahwa dia nggak cuek ketika kami putus, dan dia nulis message di blog lamaku, “Aku bener-bener cinta kamu…,” OOOHH…
Setelah itu, aku beberapa kali jatuh cinta, dan dua kali pacaran. Keduanya cuma bertahan satu setengah tahun. Aku mencoba buat lebih terbuka terhadap apa yang aku rasakan. Kalau ada yang membuatku nggak nyaman, aku bilang saja, walaupun untuk bilang itu... butuh waktu lama buat memikirkannya, “Penting nggak sih aku omongin?”. Tapi kok rasanya pasangan-pasanganku itu enak nian ya kalo complain soal aku, macem-macem, kayak nggak dipikir dulu. Eh giliran aku yang complain, lho lho, kok malah balik aku yang jadi salah *melongo*.
Kok selalu begitu ya? Kayak aku ini sarangnya salah.
Aku kangen punya hubungan pacaran yang sederhana, serius tapi santai kayak dulu itu. Kenapa aku sekarang malah jadi sering ribet ya? Aku bukan tipe yang bisa marah-marah dengan santainya, yang kayak kuliat temen-temenku, kok kayanya suantaiii gitu marahin pacarnya yang “cuma” telat jemput 5 menit. Padahal aku yang sudah 2 jam membeku di lab computer nungguin si dia tanpa kabar, mau manyun dikit aja kok rasanya salah ya. Tapi aku nggak mau buat nahan-nahan hal yang bikin aku nggak nyaman dalam sebuah hubungan, at least dia harus tau kalau ada sesuatu yang membuatku nggak nyaman dalam hubungan yang dijalani, daripada seperti mengulum bom waktu yang bisa sewaktu-waktu meledak. And I know, it’s really terrible if it’s happen.
Cinta itu memang perasaan yang unik, yang bisa mengendalikan hubungan dua orang manusia dengan cara yang aneh. Indikator bener-salah dalam cinta itu absurd. Kadang yang kita bilang salah bisa jadi bener, yang kita bilang bener bisa jadi salah. Semuanya serba nggak jelas. Dan semakin aku besar malah semakin bingung.
“Jangan dipikir, jalani saja,”
Jalani saja? Satu hal yang paling aku takut dari cinta adalah kehilangan. Sakitnya bukan seperti ditusuk ribuan sembilu, tapi kaya separuh nyawa dihisap ke dalam lubang gelap dan badan seperti kosong. Kalau di New Moon diilustrasikan Bella Swan menderita halusinasi parah, ya seperti itu juga yang terjadi sama aku. Rasanya jadi nggak niat ngapa-ngapain kecuali nangis, mikirin dia, dan melakukan hal-hal untuk memperpanjang hidup (bernafas, makan sedikit, dan mandi kalau mood). Tapi memang sudah takdirnya seperti itu, kalau berani mencintai harus berani kehilangan. Simple kan (ngomongnya)? Pada kenyataannya nggak se-simple itu.
Dari beberapa kali bercinta (menjalin relationship), semua punya ending yang nggak enak, putus. Dan yang bikin aku makin gigit jari, rasanya mereka semuanya sekarang bahagia-bahagia aja tuh tanpa aku. Huff… pikiran desperate aku, “Kenapa ya, aku lagi-lagi bukan menjadi yang dipilih?”. I fought for love, for the relationship, but there’s no equal reward for me. They keep away from me, doesn’t really care about me or even regret that they had hurt me. Aku pikir buat apa aku (saat itu) berjuang kalau akhirnya aku hanya disia-sia (lagi)?
Seseorang pernah bilang, “Kalau menjadi pencinta, kamu itu hebat, tapi tidak buat dirimu sendiri, sesekali bebaskan dirimu dalam cinta,” jujur aku nggak tau maksudnya. Selama ini aku terlalu takut buat kehilangan, dan itu yang membuatku selalu berpikir aku akan kehilangan ketika mencintai lagi. Dan kalian tau, kekuatan pikiran akan mengendalikan segalanya. Kalau aku berpikir akan kehilangan, aku pasti akan sungguhan kehilangan. Lagi, lagi dan akan terus begitu. I think I should change my own way of think. Harusnya aku lebih menengok ke belakang, dan lebih santai dalam menjalaninya. Nggak selalu hal yang bikin nggak nyaman itu harus di-blow up, mungkin lebih baik disimpan sendiri dan menyamankan diri sendiri. Dan yang terpenting, mencintai diri sendiri, dengan begitu akan lebih banyak energi positif yang bisa di-share, nggak hanya dengan pasangan, tapi juga dengan lingkungan sekitar.
Ahh… Kali ini aku harus mencoba untuk berpikir, aku nggak akan kehilangan lagi. Aku ingin melakukan yang terbaik. Jika memang bukan takdirku, aku nggak akan merasa sia-sia, karena aku sudah berusaha. “Aku dan cintaku pantas untuk dipilih dan dipertahankan,”. Sebenarnya cinta itu menyenangkan, though it’s hard or painful.
Hay hay. Lama tak berkabar, banyak hal yang terjadi padaku. Satu, aku kena sakit radang tenggorokan parah, yang bikin aku harus “merelakan” untuk nggak menjalani puasa di minggu pertama Ramadhan, hiks. Dua, banyak hal yang sedang kupikirkan.
Berapa kali aku pernah jatuh cinta? Ah, itu nggak penting. Tapi berapa kali aku pernah berada dalam sebuah relationship.
“Falling in love is easy but STAYING in love requires work,”
Quote ini bukan baru-baru aja kudengar dan kupikirkan sih, tapi rasanya memberikan porsi otak buat memikirkan ini ya baru sekarang.
Relationship terlama yang pernah kujalani, 5 tahun lalu, selama 4 tahun. Dari SMP sampai kuliah. Jyah… what a monkey love is thattt! Tapi aku kagum terhadap diriku sendiri waktu itu, kok bisa ya aku bertahan dengan satu anak laki-laki itu saja selama bertahun-tahun. Padahal dia itu cueknya bukan main! Di usia itu seharusnya aku lebih emosional dan bisa banyak menuntut, seperti, “Kamu kok sebulan ini nggak telpon sih?” atau, “Kamu latian ngeband kok nggak ngajak-ngajak aku sih?” masalah kecil yang bisa dibesar-besarin buat berantem. Tapi kok aku enggak ya waktu itu. Walaupun hasilnya, aku emang selalu dicuekin. Dan aku baru tau bahwa dia nggak cuek ketika kami putus, dan dia nulis message di blog lamaku, “Aku bener-bener cinta kamu…,” OOOHH…
Setelah itu, aku beberapa kali jatuh cinta, dan dua kali pacaran. Keduanya cuma bertahan satu setengah tahun. Aku mencoba buat lebih terbuka terhadap apa yang aku rasakan. Kalau ada yang membuatku nggak nyaman, aku bilang saja, walaupun untuk bilang itu... butuh waktu lama buat memikirkannya, “Penting nggak sih aku omongin?”. Tapi kok rasanya pasangan-pasanganku itu enak nian ya kalo complain soal aku, macem-macem, kayak nggak dipikir dulu. Eh giliran aku yang complain, lho lho, kok malah balik aku yang jadi salah *melongo*.
Kok selalu begitu ya? Kayak aku ini sarangnya salah.
Aku kangen punya hubungan pacaran yang sederhana, serius tapi santai kayak dulu itu. Kenapa aku sekarang malah jadi sering ribet ya? Aku bukan tipe yang bisa marah-marah dengan santainya, yang kayak kuliat temen-temenku, kok kayanya suantaiii gitu marahin pacarnya yang “cuma” telat jemput 5 menit. Padahal aku yang sudah 2 jam membeku di lab computer nungguin si dia tanpa kabar, mau manyun dikit aja kok rasanya salah ya. Tapi aku nggak mau buat nahan-nahan hal yang bikin aku nggak nyaman dalam sebuah hubungan, at least dia harus tau kalau ada sesuatu yang membuatku nggak nyaman dalam hubungan yang dijalani, daripada seperti mengulum bom waktu yang bisa sewaktu-waktu meledak. And I know, it’s really terrible if it’s happen.
Cinta itu memang perasaan yang unik, yang bisa mengendalikan hubungan dua orang manusia dengan cara yang aneh. Indikator bener-salah dalam cinta itu absurd. Kadang yang kita bilang salah bisa jadi bener, yang kita bilang bener bisa jadi salah. Semuanya serba nggak jelas. Dan semakin aku besar malah semakin bingung.
“Jangan dipikir, jalani saja,”
Jalani saja? Satu hal yang paling aku takut dari cinta adalah kehilangan. Sakitnya bukan seperti ditusuk ribuan sembilu, tapi kaya separuh nyawa dihisap ke dalam lubang gelap dan badan seperti kosong. Kalau di New Moon diilustrasikan Bella Swan menderita halusinasi parah, ya seperti itu juga yang terjadi sama aku. Rasanya jadi nggak niat ngapa-ngapain kecuali nangis, mikirin dia, dan melakukan hal-hal untuk memperpanjang hidup (bernafas, makan sedikit, dan mandi kalau mood). Tapi memang sudah takdirnya seperti itu, kalau berani mencintai harus berani kehilangan. Simple kan (ngomongnya)? Pada kenyataannya nggak se-simple itu.
Dari beberapa kali bercinta (menjalin relationship), semua punya ending yang nggak enak, putus. Dan yang bikin aku makin gigit jari, rasanya mereka semuanya sekarang bahagia-bahagia aja tuh tanpa aku. Huff… pikiran desperate aku, “Kenapa ya, aku lagi-lagi bukan menjadi yang dipilih?”. I fought for love, for the relationship, but there’s no equal reward for me. They keep away from me, doesn’t really care about me or even regret that they had hurt me. Aku pikir buat apa aku (saat itu) berjuang kalau akhirnya aku hanya disia-sia (lagi)?
Seseorang pernah bilang, “Kalau menjadi pencinta, kamu itu hebat, tapi tidak buat dirimu sendiri, sesekali bebaskan dirimu dalam cinta,” jujur aku nggak tau maksudnya. Selama ini aku terlalu takut buat kehilangan, dan itu yang membuatku selalu berpikir aku akan kehilangan ketika mencintai lagi. Dan kalian tau, kekuatan pikiran akan mengendalikan segalanya. Kalau aku berpikir akan kehilangan, aku pasti akan sungguhan kehilangan. Lagi, lagi dan akan terus begitu. I think I should change my own way of think. Harusnya aku lebih menengok ke belakang, dan lebih santai dalam menjalaninya. Nggak selalu hal yang bikin nggak nyaman itu harus di-blow up, mungkin lebih baik disimpan sendiri dan menyamankan diri sendiri. Dan yang terpenting, mencintai diri sendiri, dengan begitu akan lebih banyak energi positif yang bisa di-share, nggak hanya dengan pasangan, tapi juga dengan lingkungan sekitar.
Ahh… Kali ini aku harus mencoba untuk berpikir, aku nggak akan kehilangan lagi. Aku ingin melakukan yang terbaik. Jika memang bukan takdirku, aku nggak akan merasa sia-sia, karena aku sudah berusaha. “Aku dan cintaku pantas untuk dipilih dan dipertahankan,”. Sebenarnya cinta itu menyenangkan, though it’s hard or painful.
There’s nothing you could get without struggle, isn’t it?
Sorry for always troubling you
We spent so much time
The memory of our days together are building up
I would like to present this clumsy song for you
"I like him so much!" I will swear to God
I will keep holding your hand
As long as I have my voice
I will always sing my love by your side
(Ai Uta by GReeeeN)
We spent so much time
The memory of our days together are building up
I would like to present this clumsy song for you
"I like him so much!" I will swear to God
I will keep holding your hand
As long as I have my voice
I will always sing my love by your side
(Ai Uta by GReeeeN)
Monday, August 16, 2010
Saturday, August 14, 2010
Friday, August 13, 2010
Thursday, August 12, 2010
Tuesday, August 10, 2010
Monday, August 9, 2010
Friday, August 6, 2010
Ruang Hampa
dahsyatnya perasaan diinginkan itu
sekejap jadi candu meracun jiwa
buat melayang jajahi langit diatas awan
dalam satu kedipan lalu hilang
hanya rindu menyesakkan napasku di ruang hampa
mungkin di galaksi ini bukan waktuku
...
menjadi diinginkan
Monday, August 2, 2010
Summer Time Machine Blues
Rating: | ★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Science Fiction & Fantasy |
Firstly, aku nonton August Rush, film yang menginspirasi. Tapi... lebih berkesan film yang kureview ini deh (for me).
Film ini menceritakan 5 orang anak: Takuma (Eita), Masaru (Yoshiaki Yoza), Shunsuke (Daijiro Kawaoka), Atsushi (Munenori Nagano) and Daigo (Tsuyoshi Muro), yang tergabung dalam club sci-fi (you know, yes, science fiction), but they actually don't really understand what sci-fi is. Hm, mungkin kalo aku bilang mereka ini lebih ke otaku kali ya... Suatu hari di musim panas 2005, mereka melakukan pemotretan memakai kostum baseball buat membantu temen mereka dari klub fotografi yang terancam bubar, Yui (Yoko Maki).
Setelah pemotretan itu, mereka mandi di pemandian, kemudian ngadem di ruang klub sambil bercanda ria. Saking hebohnya, mereka pun tidak sengaja menumpahkan cola mengenai remote AC. Panik lah mereka. Sayangnya, saking kunonya remote itu, sampai-sampai nggak bisa diservis. Mereka pun desperate kepanasan.
Nah, di saat itulah, datang seorang misterius berpotongan batok (kalo disana malah disebut jamur/Mushroom) dengan mesin waktu dari tahun 2030. Muncullah ide untuk mengambil remote itu sebelum kena tumpahan cola.
Disinilah awal mulanya kehebohan itu.
Dengan alur yang maju mundur bolak-balik itu, awalnya penonton jadi agak bingung, karena satu tokoh bisa muncul di 2 orang sekaligus dalam satu setting, terutama waktu Takuma ketinggalan itu. Tapi point plusnya, aku suka style filmnya, baik dari gambar maupun settingnya. Cast-nya juga oke. Dan yang bikin aku terkesan, karena film ini sebenarnya membawa pesan serius yag digambarkan dalam adegan-adegan komedi.
"Don't change the past, or we'll disappear"
Sejenak aku termangu sehabis nonton film ini. Ya, kita nggak bisa (walaupun memungkinkan) mengubah masa lalu. Apapun yang kita sesali dari masa lalu, biarkanlah itu tetap disana. Yang bisa kita lakukan adalah membuat "masa lalu" itu dari sekang, biar nggak ada lagi penyesalan-penyesalan yang ingin kita ubah. Nggak bisa kupungkiri, aku pun punya masa lalu yang nggak semuanya baik dan enak buat diingat dan dampaknya kerasa sampai sekarang. Kadang engen kembali ke masa lalu, even just few seconds, but in reality, we couldn't. Dan seperti kata di film, "we might disappear if we change the past," yeah, kita jadi sekarang ini kan karena yang terjadi dulu. So, pelajaran buat aku dari film ini adalah, membuat "masa lalu" yang lebih baik itu mulai dari sekarang. So someday, I could smile (or even laugh) when I remember this time....
---
NOTE:
Directed by:
Katsuyuki Motohiro
Starring:
Eita
Yoshiaki Yoza
Daijiro Kawaoka
Munenori Nagano
Juri Ueno
Yoko Maki
Tsuyoshi Muro
Kuranosuke Sasaki
Riki Honda
Takeshi Masu
Ichiro Mikami
Kaoru Kusumi
Kuranosuke Sasaki
Taiyo Kawashita
Info source: http://homecinema.thedigitalfix.co.uk/content/id/61402/summer-timemachine-blues.html
Through my QCAM...Again, yay!
Hola!
Here's the 2nd roll of my QCAM. Actually, I will put title "My eyes through QCAM" but since there are some photos from the latest museum visit, when I babysitted my 2 little brothers Kevin and Vincent, the POV is not only from my sight, so I change the title. Hehehe...
I didn't take any experimental shoots in this session. I don't know, I feel like I just wanna have fun taking pictures. And still, I cannot predicted the result, so here they are!!
Enjoy!
Subscribe to:
Posts (Atom)