こんにちわ みんな!
Hay hay. Lama tak berkabar, banyak hal yang terjadi padaku. Satu, aku kena sakit radang tenggorokan parah, yang bikin aku harus “merelakan” untuk nggak menjalani puasa di minggu pertama Ramadhan, hiks. Dua, banyak hal yang sedang kupikirkan.
Berapa kali aku pernah jatuh cinta? Ah, itu nggak penting. Tapi berapa kali aku pernah berada dalam sebuah relationship.
Quote ini bukan baru-baru aja kudengar dan kupikirkan sih, tapi rasanya memberikan porsi otak buat memikirkan ini ya baru sekarang.
Relationship terlama yang pernah kujalani, 5 tahun lalu, selama 4 tahun. Dari SMP sampai kuliah. Jyah… what a monkey love is thattt! Tapi aku kagum terhadap diriku sendiri waktu itu, kok bisa ya aku bertahan dengan satu anak laki-laki itu saja selama bertahun-tahun. Padahal dia itu cueknya bukan main! Di usia itu seharusnya aku lebih emosional dan bisa banyak menuntut, seperti, “Kamu kok sebulan ini nggak telpon sih?” atau, “Kamu latian ngeband kok nggak ngajak-ngajak aku sih?” masalah kecil yang bisa dibesar-besarin buat berantem. Tapi kok aku enggak ya waktu itu. Walaupun hasilnya, aku emang selalu dicuekin. Dan aku baru tau bahwa dia nggak cuek ketika kami putus, dan dia nulis message di blog lamaku, “Aku bener-bener cinta kamu…,” OOOHH…
Setelah itu, aku beberapa kali jatuh cinta, dan dua kali pacaran. Keduanya cuma bertahan satu setengah tahun. Aku mencoba buat lebih terbuka terhadap apa yang aku rasakan. Kalau ada yang membuatku nggak nyaman, aku bilang saja, walaupun untuk bilang itu... butuh waktu lama buat memikirkannya, “Penting nggak sih aku omongin?”. Tapi kok rasanya pasangan-pasanganku itu enak nian ya kalo complain soal aku, macem-macem, kayak nggak dipikir dulu. Eh giliran aku yang complain, lho lho, kok malah balik aku yang jadi salah *melongo*.
Kok selalu begitu ya? Kayak aku ini sarangnya salah.
Aku kangen punya hubungan pacaran yang sederhana, serius tapi santai kayak dulu itu. Kenapa aku sekarang malah jadi sering ribet ya? Aku bukan tipe yang bisa marah-marah dengan santainya, yang kayak kuliat temen-temenku, kok kayanya suantaiii gitu marahin pacarnya yang “cuma” telat jemput 5 menit. Padahal aku yang sudah 2 jam membeku di lab computer nungguin si dia tanpa kabar, mau manyun dikit aja kok rasanya salah ya. Tapi aku nggak mau buat nahan-nahan hal yang bikin aku nggak nyaman dalam sebuah hubungan, at least dia harus tau kalau ada sesuatu yang membuatku nggak nyaman dalam hubungan yang dijalani, daripada seperti mengulum bom waktu yang bisa sewaktu-waktu meledak. And I know, it’s really terrible if it’s happen.
Cinta itu memang perasaan yang unik, yang bisa mengendalikan hubungan dua orang manusia dengan cara yang aneh. Indikator bener-salah dalam cinta itu absurd. Kadang yang kita bilang salah bisa jadi bener, yang kita bilang bener bisa jadi salah. Semuanya serba nggak jelas. Dan semakin aku besar malah semakin bingung.
“Jangan dipikir, jalani saja,”
Jalani saja? Satu hal yang paling aku takut dari cinta adalah kehilangan. Sakitnya bukan seperti ditusuk ribuan sembilu, tapi kaya separuh nyawa dihisap ke dalam lubang gelap dan badan seperti kosong. Kalau di New Moon diilustrasikan Bella Swan menderita halusinasi parah, ya seperti itu juga yang terjadi sama aku. Rasanya jadi nggak niat ngapa-ngapain kecuali nangis, mikirin dia, dan melakukan hal-hal untuk memperpanjang hidup (bernafas, makan sedikit, dan mandi kalau mood). Tapi memang sudah takdirnya seperti itu, kalau berani mencintai harus berani kehilangan. Simple kan (ngomongnya)? Pada kenyataannya nggak se-simple itu.
Dari beberapa kali bercinta (menjalin relationship), semua punya ending yang nggak enak, putus. Dan yang bikin aku makin gigit jari, rasanya mereka semuanya sekarang bahagia-bahagia aja tuh tanpa aku. Huff… pikiran desperate aku, “Kenapa ya, aku lagi-lagi bukan menjadi yang dipilih?”. I fought for love, for the relationship, but there’s no equal reward for me. They keep away from me, doesn’t really care about me or even regret that they had hurt me. Aku pikir buat apa aku (saat itu) berjuang kalau akhirnya aku hanya disia-sia (lagi)?
Seseorang pernah bilang, “Kalau menjadi pencinta, kamu itu hebat, tapi tidak buat dirimu sendiri, sesekali bebaskan dirimu dalam cinta,” jujur aku nggak tau maksudnya. Selama ini aku terlalu takut buat kehilangan, dan itu yang membuatku selalu berpikir aku akan kehilangan ketika mencintai lagi. Dan kalian tau, kekuatan pikiran akan mengendalikan segalanya. Kalau aku berpikir akan kehilangan, aku pasti akan sungguhan kehilangan. Lagi, lagi dan akan terus begitu. I think I should change my own way of think. Harusnya aku lebih menengok ke belakang, dan lebih santai dalam menjalaninya. Nggak selalu hal yang bikin nggak nyaman itu harus di-blow up, mungkin lebih baik disimpan sendiri dan menyamankan diri sendiri. Dan yang terpenting, mencintai diri sendiri, dengan begitu akan lebih banyak energi positif yang bisa di-share, nggak hanya dengan pasangan, tapi juga dengan lingkungan sekitar.
Ahh… Kali ini aku harus mencoba untuk berpikir, aku nggak akan kehilangan lagi. Aku ingin melakukan yang terbaik. Jika memang bukan takdirku, aku nggak akan merasa sia-sia, karena aku sudah berusaha. “Aku dan cintaku pantas untuk dipilih dan dipertahankan,”. Sebenarnya cinta itu menyenangkan, though it’s hard or painful.
Hay hay. Lama tak berkabar, banyak hal yang terjadi padaku. Satu, aku kena sakit radang tenggorokan parah, yang bikin aku harus “merelakan” untuk nggak menjalani puasa di minggu pertama Ramadhan, hiks. Dua, banyak hal yang sedang kupikirkan.
Berapa kali aku pernah jatuh cinta? Ah, itu nggak penting. Tapi berapa kali aku pernah berada dalam sebuah relationship.
“Falling in love is easy but STAYING in love requires work,”
Quote ini bukan baru-baru aja kudengar dan kupikirkan sih, tapi rasanya memberikan porsi otak buat memikirkan ini ya baru sekarang.
Relationship terlama yang pernah kujalani, 5 tahun lalu, selama 4 tahun. Dari SMP sampai kuliah. Jyah… what a monkey love is thattt! Tapi aku kagum terhadap diriku sendiri waktu itu, kok bisa ya aku bertahan dengan satu anak laki-laki itu saja selama bertahun-tahun. Padahal dia itu cueknya bukan main! Di usia itu seharusnya aku lebih emosional dan bisa banyak menuntut, seperti, “Kamu kok sebulan ini nggak telpon sih?” atau, “Kamu latian ngeband kok nggak ngajak-ngajak aku sih?” masalah kecil yang bisa dibesar-besarin buat berantem. Tapi kok aku enggak ya waktu itu. Walaupun hasilnya, aku emang selalu dicuekin. Dan aku baru tau bahwa dia nggak cuek ketika kami putus, dan dia nulis message di blog lamaku, “Aku bener-bener cinta kamu…,” OOOHH…
Setelah itu, aku beberapa kali jatuh cinta, dan dua kali pacaran. Keduanya cuma bertahan satu setengah tahun. Aku mencoba buat lebih terbuka terhadap apa yang aku rasakan. Kalau ada yang membuatku nggak nyaman, aku bilang saja, walaupun untuk bilang itu... butuh waktu lama buat memikirkannya, “Penting nggak sih aku omongin?”. Tapi kok rasanya pasangan-pasanganku itu enak nian ya kalo complain soal aku, macem-macem, kayak nggak dipikir dulu. Eh giliran aku yang complain, lho lho, kok malah balik aku yang jadi salah *melongo*.
Kok selalu begitu ya? Kayak aku ini sarangnya salah.
Aku kangen punya hubungan pacaran yang sederhana, serius tapi santai kayak dulu itu. Kenapa aku sekarang malah jadi sering ribet ya? Aku bukan tipe yang bisa marah-marah dengan santainya, yang kayak kuliat temen-temenku, kok kayanya suantaiii gitu marahin pacarnya yang “cuma” telat jemput 5 menit. Padahal aku yang sudah 2 jam membeku di lab computer nungguin si dia tanpa kabar, mau manyun dikit aja kok rasanya salah ya. Tapi aku nggak mau buat nahan-nahan hal yang bikin aku nggak nyaman dalam sebuah hubungan, at least dia harus tau kalau ada sesuatu yang membuatku nggak nyaman dalam hubungan yang dijalani, daripada seperti mengulum bom waktu yang bisa sewaktu-waktu meledak. And I know, it’s really terrible if it’s happen.
Cinta itu memang perasaan yang unik, yang bisa mengendalikan hubungan dua orang manusia dengan cara yang aneh. Indikator bener-salah dalam cinta itu absurd. Kadang yang kita bilang salah bisa jadi bener, yang kita bilang bener bisa jadi salah. Semuanya serba nggak jelas. Dan semakin aku besar malah semakin bingung.
“Jangan dipikir, jalani saja,”
Jalani saja? Satu hal yang paling aku takut dari cinta adalah kehilangan. Sakitnya bukan seperti ditusuk ribuan sembilu, tapi kaya separuh nyawa dihisap ke dalam lubang gelap dan badan seperti kosong. Kalau di New Moon diilustrasikan Bella Swan menderita halusinasi parah, ya seperti itu juga yang terjadi sama aku. Rasanya jadi nggak niat ngapa-ngapain kecuali nangis, mikirin dia, dan melakukan hal-hal untuk memperpanjang hidup (bernafas, makan sedikit, dan mandi kalau mood). Tapi memang sudah takdirnya seperti itu, kalau berani mencintai harus berani kehilangan. Simple kan (ngomongnya)? Pada kenyataannya nggak se-simple itu.
Dari beberapa kali bercinta (menjalin relationship), semua punya ending yang nggak enak, putus. Dan yang bikin aku makin gigit jari, rasanya mereka semuanya sekarang bahagia-bahagia aja tuh tanpa aku. Huff… pikiran desperate aku, “Kenapa ya, aku lagi-lagi bukan menjadi yang dipilih?”. I fought for love, for the relationship, but there’s no equal reward for me. They keep away from me, doesn’t really care about me or even regret that they had hurt me. Aku pikir buat apa aku (saat itu) berjuang kalau akhirnya aku hanya disia-sia (lagi)?
Seseorang pernah bilang, “Kalau menjadi pencinta, kamu itu hebat, tapi tidak buat dirimu sendiri, sesekali bebaskan dirimu dalam cinta,” jujur aku nggak tau maksudnya. Selama ini aku terlalu takut buat kehilangan, dan itu yang membuatku selalu berpikir aku akan kehilangan ketika mencintai lagi. Dan kalian tau, kekuatan pikiran akan mengendalikan segalanya. Kalau aku berpikir akan kehilangan, aku pasti akan sungguhan kehilangan. Lagi, lagi dan akan terus begitu. I think I should change my own way of think. Harusnya aku lebih menengok ke belakang, dan lebih santai dalam menjalaninya. Nggak selalu hal yang bikin nggak nyaman itu harus di-blow up, mungkin lebih baik disimpan sendiri dan menyamankan diri sendiri. Dan yang terpenting, mencintai diri sendiri, dengan begitu akan lebih banyak energi positif yang bisa di-share, nggak hanya dengan pasangan, tapi juga dengan lingkungan sekitar.
Ahh… Kali ini aku harus mencoba untuk berpikir, aku nggak akan kehilangan lagi. Aku ingin melakukan yang terbaik. Jika memang bukan takdirku, aku nggak akan merasa sia-sia, karena aku sudah berusaha. “Aku dan cintaku pantas untuk dipilih dan dipertahankan,”. Sebenarnya cinta itu menyenangkan, though it’s hard or painful.
There’s nothing you could get without struggle, isn’t it?
Sorry for always troubling you
We spent so much time
The memory of our days together are building up
I would like to present this clumsy song for you
"I like him so much!" I will swear to God
I will keep holding your hand
As long as I have my voice
I will always sing my love by your side
(Ai Uta by GReeeeN)
We spent so much time
The memory of our days together are building up
I would like to present this clumsy song for you
"I like him so much!" I will swear to God
I will keep holding your hand
As long as I have my voice
I will always sing my love by your side
(Ai Uta by GReeeeN)
jodoh nanti juga datang sendiri....
ReplyDeleteaku percaya itu ^^d
ReplyDeleteada yang bilang: "Tuhan akan mempertemukan kita dengan banyak orang sebelum kita dipertemukan dengan yg tepat..." ^^
ReplyDeleteGue banget ini O__o
ReplyDeleteDan ya, saya juga sangat cuek sekali dalam menjalani sebuah relationship...Seakan2 konsep bahwa 'I already have someone I love' itu sudah cukup, no need to work out further on it...XP
hmm... bener juga. tapi sampai orang ke berapa itu yang bener2 misteri ya...^^
ReplyDeletehaha... jujur untuk menjawab ini aku juga mikir kak. sekali lagi, dalam cinta itu indikator benar-salah-nya absurd, dan sangat conditional. sebenernya aku juga penganut konsep itu lho, "I already have someone I love and loving me", dan sangat pede bahwa perasaannya nggak semudah itu goyah, tapi ya...ternyata tidak berjalan semulus itu, pasti harus ada usaha untuk "staying in love" entah dengan cara yang smooth atau extreme, lagi-lagi conditional.
ReplyDeletesantai aja... kalau mmg harus kehilangan lagi.. ya gpp to? yg penting dah usaha :-D drpd diem tdk berbuat apa2... apapun hasilnya, smua dah ada yg atur
ReplyDeleteskrg udh smbuh kn sakitny?
ReplyDeletewaduu... ada tante gw.... *malu* hahahaha...
ReplyDeletehmm... iya sih, tapi rasanya nyesek juga kalau harus kehilangan lagi. tapi yah... harus optimis deh, jangan berpikir kehilangan lagi, daripada kehilangan beneran ^^v yang penting saat ini kan sudah usaha sebaik2nya
sudah dalam masa penyembuhan ni mb rizki... sudah puasa juga, hore!!!
ReplyDelete